Selamat datang di Blog kami Makam Sunan Gunung Jati Cirebon Langsung ke konten utama

Makam Sunan Gunung Jati Cirebon

                                                  Makam Sunan Gunung Jati Cirebon


Makam Sunan Gunung Jati Cirebon saya kunjungi setelah dari Batik Cirebon Jaya Abadi di daerah Trusmi pada hari pertama kami di Cirebon. Gerbang Makam Sunan Gunung Jati Cirebon ini berjarak 100 m dari Jl. Raya Sunan Gunung Jati, arah ke utara dari Kota Cirebon.

Tengara Makam Sunan Gunung Jati Cirebon di halaman parkir dikerubungi kabel listrik dan telepon. Entah kapan kabel itu dipendam. Di sini pemandu wisata berpakaian adat mendekat, yang menemani ke makam, kecuali jika menolaknya. Tidak ada tarif tertentu bagi mereka.

Sebelum melewati Gapura Wetan yang kurang terawat, kami melewati Balemangu Majapahit yang merupakan hadiah sewaktu sang sunan mengawini Nyi Mas Tepasari, putri Ki Ageng Tepasan, seorang pembesar Majapahit. Di hari lain saya berkunjung, di hampir setiap pintu gapura ada petugas menyodorkan kotak sumbangan.

Lawang Krapyak, salah satu dari sembilan pintu di kompleks Makam Sunan Gunung Jati Cirebon. Kedelapan pintu gerbang lainnya adalah Lawang Gapura, Lawang Pasujuduan, Lawang Ratnakomala, Lawang Jinem, Lawang Rararoga, Lawang Kaca, Lawang Bacem, dan Lawang Teratai. Sayangnya pengunjung biasa hanya bisa masuk sampai pintu ke-empat di serambi muka Pesambangan.

Sedangkan selain bangunan Balemangu Majapahit juga terdapat pendopo lainnya yang bernama Balemangu Padjadjaran. Sesuai namanya, balumangu yang disebut tarkhir itu merupakan hadiah dari Prabu Siliwangi yang diberikan sewaktu penobatan Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) sebagai Sultan Kasultanan Pakungwati (sebelum kemudian lebih dikenal dengan nama Keraton Kasepuhan Cirebon).

Di pendopo yang disebut Paseban Bekel dan Paseban Kraman ini setiap pengunjung, atau perwakilannya, akan diminta oleh petugas jaga untuk menulis di buku tamu dan memberikan sumbangan. Tidak ada tarif sumbangan tertentu, namun Anda akan melihat lembaran ratusan atau lima puluh ribu bergeletakan di sana sebagai pemancing.

Keramik Tionghoa yang cantik terlihat bertebaran di tembok pendopo, undakan dan dinding. Dua ornamen udang menempel pada dinding diantara hiasan kaligrafi pada logam bulat keemasan. Selain keramik, pengaruh kebudayaan Tionghoa juga terlihat dengan adanya hiolo, tempat batang hio bakar.

Makam Sunan Gunung Jati sendiri terletak di atas perbukitan Gunung Sembung. Karena alasan keamanan dan alasan lainnya maka makamnya hanya boleh dikunjungi oleh keluarga Keraton dan keturunannya, serta para tamu kehormatan. Namun ada kabar selentingan bahwa dengan membayar sejumlah tertentu orang biasa pun bisa ke sana.

Dinding tinggi bercat putih di kompleks Makam Sunan Gunung Jati ini permukaannya nyaris penuh berhiaskan keramik Tiongkok asli dengan hiasan batu beraneka warna yang bertebaran di sana sini. Sangat menawan dan indah. Dibalik dinding putih elok bertabur keramik ini terdapat makam Pangeran Radja Sulaeman, Sultan Sepuh IX Kesultanan Cirebon.

Keramik piring dan bentuk bulatan lebih kecil yang mengelilinginya di lingkungan makam itu konon dibawa oleh Putri Ong Tien Nio, istri Sunan Gunung Djati yang berasal dari Negeri Tiongkok. Keramik yang telah berusia ratusan tahun itu warnanya terlihat belum juga pudar dan tampaknya terawat dengan cukup baik.

Area di depan Lawang Pasujudan Makam Sunan Gunung Jati ini merupakan tempat dimana peziarah berzikir dan doa, entah untuk menghormati Sunan atau karena memiliki keinginan dan berharap mendapat berkah. Seorang pria dengan merangkul pasangannya saya lihat berdiri sangat lama seraya menempelkan telapak tangan ke Lawang Pasujudan dan mulutnya komat-kamit melafal doa.

Di sebelah area ini terdapat Pelayoman, atau bangunan pelepasan bagi keluarga sunan yang wafat. Jenazah disholatkan di tempat ini sebelum dimakamkan. Konon jika ada yang tertidur di balai Pelayoman maka sekembalinya ke rumah ia akan mmati. Lebih ke sebelah kiri lagi ada area bagi pengunjung keturunan Tionghoa untuk bersembahyang, melewati Pintu Mergu.

Sunan Gunung Jati diperkirakan lahir sekitar tahun 1450 dari ayah bernama Syarif Abdullah (Syekh Maulana Akbar) bin Nur Alam bin Jamaluddin Akbar asal Gujarat, dan ibu Nyai Rara Santang, putri Prabu Siliwangi dan Nyai Subang Larang. Sunan Gunung Jati merupakan satu-satunya Walisongo yang menyebarkan Islam di Jawa Barat dan berperan besar dalam penaklukan Sunda Kelapa oleh Fatahillah pada 22 Juni 1527. Saat itu Sunda Kelapa merupakan satu-satunya kota pelabuhan yang masih dikuasai Kerajaan Sunda Pajajaran.

Konon saat jatuhnya ibu kota Kerajaan Sunda Pakuan Pajajaran pada 1568, Sunan Gunung Jati memberi dua pilihan kepada Pajajaran. Para pembesar yang masuk Islam dipertahankan kedudukan dan gelarnya, dan tetap di keraton masing-masing. Sebagian besar Pangeran dan Putri Raja memilih ini. Yang tidak masuk Islam harus pindah ke pedalaman Banten. Panglima dan Pasukan Kawal Istana sebanyak 40 orang memilih pergi ke Cibeo dan menjadi leluhur penduduk Baduy Dalam.






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rute Angkot di Kota Cirebon

Assalamuallaikum ... halo teman-teman kembali lagi bersama saya Risa Lidyawati,pada postingan kali ini saya akan memberikan informasi seputar rute angkot yang ada di kota cirebon.warna angkotnya adalah warna biru telor asin lohh hehe (jadi pengen telor asin nihh:v) ,yukk langsung aja saya tuliskan beberapa rute angoktnya Trayek Angkutan Umum kota di Cirebon berdasarkan Keputusan Walikota Cirebon No. 05 Th 1997 diantaranya:  1. Jaringan Trayek Angkutan Kota D -1/AX * Teminal Dukuh Semar - * Jl. Elang - * Jl. Rajawali - * Perumnas Selatan - Jl. A Yani - Jl. Kalijaga - Jl. Kesunean - Jl. Yos Sudarso - Jl. Benteng - Jl. Sisingamangaraja - Jl. Cemara - Jl. Veteran - Jl. Kartini - Jl. Dr. Wahidin - Jl. Slamet Riyadi - Jl. Diponegoro - Jl. Samadikun - Jl. Sisingamangaraja - Jl. Syarief Abdurakman - Jl. Kantor - Jl. Yos Sudarso - Jl. Kesunean - Jl. Kalijaga - Jl. A. Yani - Perumnas Selatan - * Perumnas Utara - * Jl. Elang - * Terminal Dukuh Semar   2. Jaringan Trayek di Perumnas Selatan

Pasar Balong Cirebon

Pasar Balong merupakan wilayah perekonomian  rakyat, setelah Pasar Kanoman dan Pasar Esoek. Pada masa Belanda, pusat keramaian ada pada daerah-daerah Pasuketan, Pekiringan, Pertatean dan Pekalipan. Nah,  untuk memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat setempat, pemerintah Belanda membangun pasar yang kini dikenal  sebagai “Pasar Balong”. Pada masa Walikota H.Moh Dasawarsa (1983 – 1988). pemerintah kota membangun pasar swalayan di lokasi Pasar Balong dengan bangunan berlantai empat. Lantai dasar digunakan untuk pedagang Pasar Balong yang semula menempati pasar tersebut. Lantai dua dan tiga digunakan untuk pasar swalayan Matahari Dept. Store dan lantai empat digunakan untuk gedung  bioskop VIP. Pasar tersebut merupakan pasar swalayan pertama yang ada di Kota Cirebon yang diberi nama Balong Indah Plaza (BIP) dibangun dari 1985 selesai 1987 (Oom Ambari dkk, Sekilas Sejarah Pemerintahan Kota Cirebon, Bapusipda 2011). Pada puncak kejayaannya di tahun 1990an pasar swalayan tersebut menja

Gedung Negara Cirebon

Gedung Negara Cirebon Gedung Negara terletak di Jalan Siliwangi No. 14 Kampung Krucuk, Kelurahan Kesenden, Kecamatan Kejaksan, Kota Cirebon, Provinsi Jawa Barat, atau tepatnya berada ujung pertigaan Jalan Siliwangi menuju arah situs Sunan Gunung Jati atau bundaran Krucuk. Gedung Negara merupakan bangunan kolonial yang dahulu digunakan sebagai tempat peristirahatan para petinggi Hindia Belanda. Sekarang, Gedung Negara ini dipakai sebagai Kantor Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Unit Pelayanan Perijinan (Outlet) Wilayah Cirebon Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dan sering dijadikan pusat pagelaran kegiatan seni dan budaya tingkat nasional. Awalnya, bangunan gedung ini adalah Cheribon Residentwoning atau Kantor Karesidenan Cirebon yang dibangun pada tahun 1865. Bangunan ini didirikan semasa kepemimpinan Albert Wilhelm Kinder De Camurecq di Karesidenan Cirebon. Kondisi bangunan ini masih terjaga keasliannya, hanya dibelakang gedung ini terdapat tambahan bangunan baru. Gedung ini m